Sabtu, 21 April 2012

Aku melihat kematian begitu indah Bulat pucat purnama di langit yang gelap Memenuhi rongga langit yang temaram dengan aroma dupa mistik yang misterius Aku melihat kematian begitu indah Lembut mengalir bening,membelai batu gamping warna krem yang terserak di dasarnya Menciptakan riam-riam kecil Membuat laju sepotong daun kecil yang hanyut terguncang dan tertahan-tahan.Lalu dengan sayap putih lembutnya, mengepak empuk dan terbang ringan melayang hampa. Di tengah gurun tandus dia berkelana menunjukkan jalan pada setiap langkah pengelana yang tersesat. Gurun yang hanya menyisakkan udara panas dan angin kuat berdebu Yang menjelmakan hasrat liar dengan dominasi pada hidup Bahkan hingga hari ini aku masih melihat kematian begitu indah Tanpa harus ada tumpah darah dari nadi yang terkoyak Tanpa harus ada tubuh yang tergantung kaku d atas kusen berdebu Kematian melayang perlahan dan hinggap di lubuk kalbu yang mulai enggan untuk berdetak secara teratur Hanya tubuh yang diam terbaring tenang Seperti tidur panjang yang nyenyak dengan mimpi indah tanpa akhir Dan kini keindahan itu memelukku Menyergap lembut dari belakang dan mendekapku erat penuh hangat Seperti kekasih yang menumpahkan rasa rindu Ada tangisan bahagia dan kecupan rasa suka Lalu kematian memasangkan kedua sayap mungilnya di belakang pundakku Memberikan padaku mahkota bercahaya Lingkaran bersinar yang melayang tepat di atas kepalaku Aku seperti dewa matahari Seperti dewa matahari badanku melayang ringan dan bercahaya penuh kharisma Memendar dalam dingin dan udara yang tak berasa apa-apa Aku melihat kematian sebagai serpihan dari puzzle yang harus dirangkai satu persatu untuk mendapatkan sebuah rupa yang utuh dan sempurna Kematian maksimal kebebasan sejati Dari rasa sakit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar